JALAN-JALAN KE ISTANA SIAK SRI INDRAPURA
Sebagai orang asli Pekanbaru, dengan leluhur yang berasal dari Siak Sri Indrapura, saya merasa terlambat sekali menginjakkan kaki ke Istana Siak di tahun 2023. Padahal Istana Siak menyimpan catatan sejarah kejayaan, kerajaan Melayu di masa lampau.
Selain menyimpan sejarah, untuk keluarga saya Istana Siak Sri Indrapura adalah sebuah tempat untuk mengenang seseorang yang sangat istimewa. Wak Molan, seorang kepala rumah tangga istana yang merupakan orang kepercayaan Sultan Syarif Hasyim II. Beliau adalah kakek atau atuk dari ibu saya, yang fotonya ikut dipajang di salah satu ruangan di sana.
Itulah sebabnya, mengapa saya sangat senang ketika diajak keluarga, untuk berwisata ke Siak. Kayaknya sih, mereka kasihan karena saya satu-satunya anggota keluarga yang belum pernah ke sana.^^
Berangkat Menuju Siak
Perjalanan kami lancar dan melalui jalan yang mulus. Jarak tempuh sekitar 3 jam. Sebenarnya bisa lebih cepat. Hanya saja, kami memutuskan untuk berhenti ketika menemukan sebuah tempat yang cocok untuk makan. Santai dan tidak terburu waktu.
Jelang Zuhur, kami memasuki kabupaten Siak. Sebuah kota kecil yang bersih dan asri. Sebenarnya banyak taman-taman yang bisa disinggahi siang itu. Tapi, kami langsung menuju masjid dan berziarah ke makam Sultan Syarif Kasim II yang letaknya bersebelahan dengan area masjid.
Sayangnya karena sedang berhalangan, saya tidak bisa ikut masuk. Jadi, hanya mengambil foto dan membaca cerita sejarah yang ada di sekitar area makam.
Selesai keluarga saya melaksanakan sholat, kami mampir dulu ke rumah sepupu yang sekarang menetap di Siak. Sungguh silaturahmi yang membawa berkah, karena sepupu saya ikut serta menemani kami berkunjung ke Istana Siak Sri Indrapura.
Istana Siak Sri Indrapura
Memasuki halaman istana, langit yang cerah membuat istana terlihat sangat cantik. Megah dan indah. Kediaman resmi sultan di masa lalu ini, dirancang oleh seorang arsitek yang didatangkan dari Jerman dengan mengadopsi gaya Arab, Eropa dan tentunya Melayu. Saya mulai terkagum-kagum. Apalagi ketika masuk ke dalam ruangan istana. Oya, istana terdiri dari dua lantai. Bagian bawah terdapat beberapa ruangan yang saya lupa namanya. Ada juga tempat sultan menerima tamu-tamu kerajaan. Ruang tamu laki-laki, ruang tamu perempuan. Serta ruangan tempat jamuan makan. Sebuah lampu kristal yang gemerlap menghiasi ruang makan, semuanya indah. Di sebelah kanan ruang jamuan makan, terdapat sebuah cermin kristal hadiah sultan untuk permaisuri tercinta. Konon katanya, siapa yang bercermin di situ akan terlihat awet muda.. wohoooo, saya suka, saya suka. Jadilah kami dengan semangat bercermin di situ.
foto sebelah kanan atas, pemandunya memang minta kepala diposisikan seperti itu, supaya kita terlihat sedang memakai mahkota. Bisa aja emang, ya.. Pas dicek lagi, eh iya.. mahkotanya pas :D |
Beralih ke lantai 2, kami naik tangga dengan bentuk melingkar yang dihiasi ukiran yang cantik. Kami menuju ke ruangan yang menyimpan koleksi foto dan benda-benda peralatan istana yang dipakai pada masa itu.
Melintasi banyak foto yang dipajang, mata saya tertuju pada lemari kaca dengan beberapa foto di dalamnya. Untuk pertama kalinya saya melihat sosok Wak Molan "Tok Nyang" saya secara langsung. Meski hanya lewat foto, rasanya sulit dijelaskan dengan kata-kata. Ini adalah pertemuan dan perkenalan antar generasi. Sekilas seperti terbayang sosoknya wara wiri di dalam istana. Ah, pasti saat itu beliau sibuk sekali.
Saya bangga, pasti karena atitude baiknya lah, beliau bisa mendapat kepercayaan yang begitu besar.
Wak Molan diberi kepercayaan untuk memegang kunci brankas istana yang sampai saat ini, isinya masih menjadi rahasia. Tak seorangpun tahu di mana Wak Molan menyimpan kunci tersebut. Baik itu istri atau anak-anaknya. Sampai saatnya kunci kembali diserahkan kepada sultan.
Semoga Allah menempatkan almarhum di tempat terbaik di sisi Nya. Aamiin Yaa Rabbal'aalamiin.
Sayangnya Ibu tidak bisa naik ke atas, karena kondisi kakinya yang tidak memungkinkan.
Selesai melihat foto-foto sambil mendengarkan pemandu bercerita, kami menuju tempat penyimpanan benda-benda dan peralatan rumah tangga yang dipakai di istana. Semua tersimpan dengan baik. Termasuk periuk nasi istana.
Saat kami turun, hari sudah beranjak sore, kami menyempatkan diri untuk melihat sumur tua di bagian belakang istana. Sumur ini adalah sumber kehidupan bagi keluarga besar kerajaan dan masyarakat Siak. Katanya, sampai saat ini mata airnya tak pernah mengering. Sekalipun di musim kemarau yang panjang. Warna dan rasa airnya tak pernah berubah. Masya Allah.
foto bagian tengah adalah masjid dan makam Sultan yang terletak di luar area istana |
Kami menutup kunjungan sore itu dengan berfoto di halaman istana. Tak hanya sampai di situ, sepupu kami yang baik hati menjamu kami untuk ngopi-ngopi di cafe miliknya. Sebuah tempat bernama Cafe Garden, Lepas Petang. Sungguh saya suka sekali namanya. Sayangnya, kami lupa foto bersama, karena harus buru-buru pulang. Tapi, menu-menunya juara! Semuanya enak. Pantas kalau pengunjungnya selalu ramai. Letaknya persis di pinggir jalan besar dengan lampu-lampu hias yang memberi kesan hangat. Pokoknya recommended! Jangan lupa mampir kalau sedang ke Siak, ya..
Hari itu kami pulang dengan perut kenyang dan hati yang senang. Semoga lain waktu bisa bertemu lagi. Semoga kebaikan mendatangkan rezeki yang berlimpah-limpah. Aamiin.
Post a Comment
Hai komentar kadang-kadang di moderasi untuk menghindari komentar spam ^^
Terima kasih sudah berkunjung ya.. :)