NOSTALGIA PERIBAHASA
"Belajar di waktu kecil bagai mengukir di atas batu, belajar ketika dewasa, bagai melukis di atas air"Ada yang masih ingat peribahasa ini?
Kemarin, saya teringat peribahasa ini dan langsung terbayang raut wajah Ibu. Suaranya masih terekam jelas. Dulu ibu selalu mengucapkan ini, saat mengingatkan saya untuk belajar. Intinya, banyak-banyaklah belajar ketika usia masih muda.
"Sekeras-kerasnya batu, kalau diteteskan air setiap hari, pasti akan terkikis juga"
Kira-kira artinya, sesusah-susahnya kita mempelajari sesuatu, kalau diulang setiap hari, pasti akan mengerti juga.
Sangat memotivasi banget, kan.
Sebagai orang melayu, tentu saja mengucapkan ungkapan dalam peribahasa bukanlah hal yang asing. Kalimat yang terucap seringkali disampaikan dengan untaian kata yang indah.
Misalnya, kalau sedang membahas masalah yang sangat pelik dan hampir mustahil untuk diselesaikan, ada peribahasa "Bagai menegakkan benang basah" atau "Seperti mencari jarum dalam sekam"
Lain lagi kalau saat ibu dicurhatin orang dan mentok nggak bisa kasih saran apa-apa, keluarlah peribahasa "Tepuk dada tanya selera" yang artinya "ya udah, gimana lo aja, deh, Kalau sanggup jalani, kalau enggak ya bubar jalan" begitulah kira-kira. *Semoga saya gak salah.
Kalau diflashback masih banyak peribahasa yang saya dengarkan dan melekat diingatan.
Ibu selalu menggunakan banyak peribahasa dalam kesehariannya. Baik itu dengan kami, atau dengan saudara-saudaranya yang berkunjung ke rumah.
Kalau diflashback masih banyak peribahasa yang saya dengarkan dan melekat diingatan.
Ibu selalu menggunakan banyak peribahasa dalam kesehariannya. Baik itu dengan kami, atau dengan saudara-saudaranya yang berkunjung ke rumah.
Peribahasa seperti, "Biduk lalu kiambang bertaut" atau "Enggang lalu ranting patah" atau "Seperti retak mencari belah" sudah sering saya dengar.
Bagi saya, semua kalimat itu seolah-olah digunakan untuk meromantisme sebuah diskusi.
Walau ada juga yang menyakitkan, seperti peribahasa "Bagai pungguk merindukan bulan" wkwkwkw.. pedihnyaa!
Tapi, apapun topiknya, mendengarkan orang-orang dulu menyisipkan peribahasa saat berbicara, jadi kesenangan tersendiri buat saya.
Lalu, saya tiba-tiba jadi berpikir, sesering apakah saya memberikan contoh kata ungkapan pada anak-anak? Hm, kayaknya nggak pernah, selain "Hemat pangkal kaya, rajin pangkal pandai"
Padahal jika saya mengajarkan mereka, sama dengan mewariskan budaya ke generasi berikutnya.. Karena ternyata, pemakaian peribahasa bukan hanya sebagai hiasan semata, tapi juga bermakna sebagai cara untuk menyampaikan pesan moral, nasehat dan pengalaman hidup yang berharga dengan cara yang indah. Bukan hanya sebagai materi di pelajaran bahasa Indonesia.
Duh, gara-gara nostalgia sama peribahasa ini, pikiran saya jadi kemana-mana..
Post a Comment
Hai komentar kadang-kadang di moderasi untuk menghindari komentar spam ^^
Terima kasih sudah berkunjung ya.. :)