PEDULI TUBERKULOSIS UNTUK MEWUJUDKAN INDONESIA SEHAT
Suatu siang, di acara Lokakarya Blogger di Kemenkes yang membahas tentang penyakit Tuberkulosis, tenggorokan saya mendadak tercekat. Mata berkaca-kaca dan perlahan-lahan sudut mata saya basah. Saya menyekanya diam-diam. Ada rasa yang tak kuasa saya tahan, ketika mendengar pengalaman seorang mantan penderita Tuberkulosis MDR.
Pak Edi namanya. Seorang lelaki berperawakan kurus tinggi, hadir di depan saya dan teman blogger untuk membagikan kisahnya ketika bergelut dengan Tuberkulosis MDR. Dua tahun pengobatan dilaluinya dengan susah payah.
Bukan rahasia lagi kalau hal terberat yang dialami oleh orang yang positif menderita Tuberkulosis adalah ketika harus berhadapan dengan lingkungan sekitar. Jangankan lingkungan, terkadang keluarga dekat pun terang-terangan ambil jarak. Inilah yang dialami Pak Edi. Seketika dirinya menjadi orang asing. Jangankan berinteraksi, peralatan makan dan minumnya pun diberi tanda agar tak bercampur dengan yang lain.
Sayangnya, di tengah-tengah pengobatan, ketika merasa dirinya sudah agak baikan, Pak Edi menghentikan pengobatan. Padahal untuk pengobatan TBC, minum obat sama sekali tidak boleh terlewat. Fatal akibatnya karena pengobatan harus diulang. Hal ini membuat waktu berobat semakin panjang.
Selain waktu pengobatan menjadi makin panjang, penderita Tuberkulosis juga mengalami resisten obat. Artinya, TBC yang diderita sudah mengalami kebal obat. Ini yang paling susah. Harga obatnya pun lebih mahal. Untuk pengobatan Tuberkulosis MDR, selisihnya 200 kali harga obat TBC biasa.
Pak Edi sangat menyesal karena kelalaiannya membuat dirinya harus membayar dengan mahal. Bukan dalam bentuk uang, karena biaya pengobatan TBC gratis, alias ditanggung pemerintah. Tapi kelalaiannya membuat ia harus menjauh lebih lama dari keluarganya. Dan yang paling membuatnya terpukul, istri yang selalu setia merawatnya tutup usia. Dengan suara terbata-bata Pak Edi menuturkan kesedihannya tentang kepergian istri tercinta.
Akhirnya, dengan segenap daya dan upaya, Pak Edi bisa melalui semua cobaan dan berhasil menyelesaikan pengobatannya dalam waktu dua tahun. Dirinya mengantongi sertifikat yang menyatakan dirinya sudah sembuh dan bebas dari TBC. Saat ini, Pak Edi dan beberapa teman mantan penderita TBC mengabdikan diri di rumah sakit untuk memberikan semangat kepada pasien TBC untuk menjalani pengobatan dengan intensif. Senang sekali mendengarnya. Selamat ya, Pak Edi..
UPAYA PENCEGAHAN TUBERKULOSIS
Pak Edi adalah sebagian penderita TBC yang beruntung, masih diberi kesembuhan. Tapi, pada kenyataannya, masih banyak penderita TBC yang harus berakhir hidupnya karena kematian. Dalam kesempatan workshop yang menghadirkan Dr. Pandu Riono sebagai narasumber. Ada fakta yang membuat hati cukup miris. Indonesia termasuk negara dengan kasus TBC paling banyak.
Mengapa demikian? Ternyata, karena pada umumnya, penderita TBC terlambat ditangani. Belum ada kesadaran dari masyarakat untuk waspada pada penyakit TBC. Apalagi, daerah yang paling banyak terserang TBC adalah daerah dengan pemukiman yang padat. Contohnya di beberapa tempat di Jakarta. Kebiasaan merokok, kondisi tempat tinggal yang kurang layak, seperti minim cahaya matahari, ventilasi dan kebiasaan yang kurang menjaga kebersihan membuat kuman TBC dengan mudah menular.
Yang dikhawatirkan bila penderita TBC merasa lelah dan bosan dengan pengobatan. Misalnya untuk pengobatan TBC yang sensitif terhadap obat, pengobatan memakan waktu selama 6-8 bulan yang terbagi dalam dua tahap. Yaitu tahap awal setiap hari 2-3 bulan dan tahap lanjutan 3 kali seminggu selama 4-5 bulan. Jika dalam masa pengobatannya pasien TBC berhenti minum obat, muncul lagi masalah baru. Dampaknya akan menyebabkan pasien TBC mengalami resistan obat.
Pengobatan yang tidak tuntas menyebabkan resistan.
- Penyakit tidak sembuh dan tetap menularkan kepada orang lain.
- Selain itu, penyakit akan bertambah parah dan bisa berakibat pada kematian.
- Obat Anti TBC (OAT) biasa tidak dapat membunuh kuman, sehingga pasien tidak bisa disembuhkan
- Pengobatan lebih lama. sekitar 2 tahun
- Biaya pengobatan mencapai 200 kali lipat
Bayangkan, pengobatan TBC yang tidak tuntas bisa menyebabkan kematian. Udah gitu masih beresiko menular kepada orang lain..
ELIMINASI TUBERKULOSIS dengan TOSS, TEMUKAN TUBERKULOSIS, OBATI SAMPAI SEMBUH
Untuk mengatasi kasus TBC yang semakin meningkat, pemerintah mengambil langkah sigap dan melakukan berbagai upaya untuk mengeliminasi TBC selamanya. Di antaranya, melakukan upaya jemput bola atau ketok pintu. Dengan kata lain, penderita TBC harus ditemukan. Diajak untuk melakukan pemeriksaan dan menjalani pengobatan sampai tuntas. Istilahnya TOSS : Temukan Tuberkulosis, Obati Sampai Sembuh. Tapi, petugas kesehatan juga tidak bisa bekerja sendirian lho, mereka butuh informasi dari masyarakat. Masyarakat juga dituntut kesadarannya untuk memeriksakan diri apabila mengalami gejala-gejala batuk yang diiringi gejala lainnya.
Gejala-gejala yang harus diwaspadai dan adalah :
- Gejala utama - Batuk lebih dari dua minggu (berdahak maupun tidak berdahak)
- Demam meriang dengan suhu yang tidak terlalu tinggi
- Berkeringat tanpa sebab, terutama pada sore dan malam hari
- Batuk berdahak dapat bercampur darah
- Nyeri dada
- Nafsu makan menurun
- berat badan menurun
Apabila ada anggota keluarga atau bahkan tetangga yang mengalami gejala seperti di atas, segera lah memeriksakan diri. Soalnya, penyakit TBC cepat sekali menular. Kumannya bisa terbang bebas di udara melalui bersin, batuk, bahkan ketika beryanyi.
Di bawah ini, adalah faktor resiko memudahkan penularan TBC :
- Pasien TBC paru dengan kuman positif pada dahaknya
- Jumlah percikan dahak dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut
- Kontak erat dengan pasien TBC
- Tinggal di daerah padat penduduk
- Orang yang bekerja dengan bahan kimia yang beresiko menimbulkan paparan infeksi paru
- Daya tahan tubuh yang rendah, seperti HIV/AIDS, usia lanjut, Anak dan pada orang dengan malnutrisi. HIV merupakan faktor resiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TBC menjadi sakit TBC
- Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TBC akan menjadi sakit TBC
Mengingat begitu mudahnya kuman TBC menular, diperlukan upaya yang tepat untuk memeranginya. Cara yang paling mudah dan murah adalah dengan menjaga etiket batuk.
ETIKET BATUK
- Menggunakan masker pada saat berada di tempat umum.
- Mengarahkan mulut ke lengan bagian dalam apabila batuk. Jangan menutup mulut dengan telapak
tangan ya.. cara ini hanya akan membuat kita menularkan kumannya ke berbagai tempat. Apalagi kalau abis itu salaman sama teman. Kasihan teman kita kan.. kalau kondisinya sedang tidak fit, bisa ikutan sakit juga.
- Menutup hidung dan mulut dengan tisu atau sapu tangan
- Segera buang tisu yang sudah dipakai
- Cuci tangan dengan sabun dan dengan menggunakan air mengalir
Dengan menjaga etiket batuk, berarti kita sudah melindungi diri dan orang lain juga dari penyakit.
Selain menjalankan etiket batuk, ada hal lain yang sangat penting untuk kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai upaya bersama untuk mencegah kuman TBC bersarang.
Caranya dengan menjalankan perilaku hidup bersih dan sehat. Di antaranya :
- Menjemur alat tidur
- Membuka jendela dan pintu setuap pagi agar udara dan sinar matahari masuk
- Makan makanan bergizi
- Tidak merokok dan minum minuman keras
- Olahraga secara teratur
- Untuk pasien TBC, minumlah OAT / Obat Anti TBC secara lengkap dan teratur sampai sembuh
- Pasien TBC harus menutup mulutnya pada waktu bersin dan batuk.
- Tidak membuang dahak di sembarang tempat, tetapi dibuang di tempat khusus dan tertutup
Upaya mengeliminasi penyakit Tuberkulosis memang memerlukan kerja keras dari berbagai pihak. Kita, sebagai warga negara yang ingin hidup dalam lingkungan yang sehat, juga harus ikut peduli dalam mensukseskannya demi mewujudkan Indonesia sehat. Lakukan pencegahan dengan menerapkan gaya hidup sehat. Jaga etiket batuk dan lapor ke petugas kesehatan masyarakat bila menemukan warga dengan gejala TBC yang tidak mau memeriksakan diri, Terakhir, bila ada anggota keluarga atau teman yang menderita TBC, dukunglah agar melakukan pengobatan hingga tuntas. Pengobatan yang tuntas, akan melenyapkan penyakit TBC dari kehidupan kita selamanya.
TBC bisa sembuh kok ya asal berobat dengan teratur. Kalau ada gejala batuk gak cepat sembuh, maka harus cepat periksa dan diobati.
ReplyDeleteTBC ini mudah sekali menular, jadi harus hati-hati.
ReplyDeleteSerem juga kalau sampai pengobatan TB tidak tuntas, duh harus rutin berobat memang kalau mau sembuh.
ReplyDeleteKelalaian membawa bencana, apalagi istri meninggal. Sedih rasa bercampur aduk
ReplyDeleteMasya Allah, luar biasa perjuangan Pak Edi hingga 2x mengidap TB. Syukurlah beliau kini sehat dan dapat beraktivitas normal. Kisah Pak Edi membuktikan TB bisa sembuh, sekalipun itu TB MDR.
ReplyDelete