Amarah Dhea
Dhea merapatkan jaketnya.Dingin mulai menyapa,akhir-akhir ini cuaca memang tak menentu,sebentar,hujan ,sebentar panas. Kadang juga tak terasa hembusan angin sedikitpun,gerah.
Digenggaman tangannya,terselip selembar kertas berisi tulisan tangan yang membuat hatinya sakit.Laki-laki itu mengiriminya selembar surat,bahwa ia tak membutuhkannya lagi,bahwa kini ia pergi bersama seseorang yang lebih sempurna darinya. Haaaah...,suaranya terasa tercekat ditenggorokan,ingin teriak,tapi separuh hatinya bilang jangan. Buang-buang energi.Akhirnya Dhea tersenyum.Ia melangkah pelan,sesekali angan-angan nakal menganggu.Dhea lagi-lagi hanya tersenyum,tak sabar ,ingin segera pulang.
Tak begitu lama, ia sampai didepan pintu kamar. Pelan ia menuju lemari ,membuka sebuah laci.Entah apa yang ada dipikirannya,pandangannya terhenti pada sebuah benda yang selalu bersamanya saat ia berpetualang bersama teman-teman ,menembus hutan.Pisau lipat itu,menggodanya,kemarahan dihatinya membuat ia tak lagi berpikir panjang.Cinta telah membutakan mata hatinya,ia hanya ingin membuat luka itu lebih dalam,lebih sakit dan lebih sempurna,bahkan dengan lebih banyak darah. Dhea bergegas keluar.Setengah berlari ia menuju satu tempat dimana ia sangat yakin bisa menumpahkan segala amarahnya,meluapkan segala sesalnya,tapi...
belum lagi jauh kakinya melangkah,tiba-tiba hati kecilnya berbisik.Jangan Dhea! hidupmu masih panjang,jangan biarkan benda itu merusak hidupmu,darah itu takkan pernah cukup untuk memuaskan hatimu. jangan biarkan dirimu melakukan sesuatu yang membuat Tuhan benci padamu,jangan Dhe...,suara itu terus memenuhi telinganya,sampai dia tak lagi bisa mendengar apapun selain suara itu,jangan...jangan...jangan
Dhea tersentak.Astaghfirullah,Tuhan, ampunkan aku.ampunkan kebodohanku,ampunkan aku Tuhan,lama Dhea menangisi kebodohannya,kekhilafan yang hampir membuatnya terjun kejurang yang paling menakutkan,berkumpul bersama orang-orang yang paling dibenci Tuhan.Setelah puas menangis,ia melangkah pulang,yakin bahwa ia takkan melakukan kebodohan lagi,tak akan, Hujan mulai turun satu-satu,Dhea membuang pisau lipat itu sejauh ia bisa melemparkannya,setengah berbisik ia berucap "PERSETAN DENGAN CINTA,Dhea bergegas melangkah,kini dengan langkah kaki yang lebih pasti.(meski amarah itu sesekali masih menari-nari.)
Post a Comment
Hai komentar kadang-kadang di moderasi untuk menghindari komentar spam ^^
Terima kasih sudah berkunjung ya.. :)